Hilton Simamora
(Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran)
(Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran)
Pembangunan ekonomi suatu negara ditentukan oleh banyak faktor, seperti kondisi fisik alamnya, lokasi geografis, kualitas dan kuantitas sumber daya alam dan sumber daya manusia, kondisi awal ekonomi, sosial budaya, peran pemerintah, perkembangan teknologi, kondisi ekonomi politik dunia dan keamanan global. Negara–negara dengan perekonomian yang maju tahu bagaimana memaksimalkan hal-hal tersebut agar perekonomian mereka tetap bertumbuh.
Sekarang bagaimana dengan Indonesia? Negara yang penuh ironi, Negara yang punya segalanya tapi kekurangan banyak hal. Sekarang kita lihat kondisi fisik alam Indonesia tidak perlu dipertanyakan lagi kekayaannya. Laut luas dan melimpah tapi tidak membuat nelayan kaya, gas yang melimpah tapi kesulitan gas. Komoditas pertanian dan perkebunan Indonesia menempati peringkat 1-6 penghasil terbanyak di dunia seperti beras, lada, kopi, cokelat, kelapa sawit, karet, dan biji-bijian. Apakah masyarakat Indonesia makmur dengan kondisi seperti itu? Tidak. Yang terjadi justru sebaliknya, banyak masyarakat Indonesia kekurangan bahan makanan yang justru Indonesia menghasilkan sangat banyak bahan-bahan makanan tersebut. Jika dilihat dari lokasi geografis sudah tidak diragukan lagi ,Indonesia memilki letak yang sangat strategis. Banyak masalah dalam kualitas sumber daya manusia di Indonesia, banyak yang tidak terdidik dan tidak terlatih, akibatnya banyak angkatan kerja yang tidak siap memasuki dunia kerja. Kondisi awal ekonomi kita yang tidak terlalu baik karena jika diukur dengan ukuran apapun pemulihan ekonomi Indonesia jauh ketinggalan dari negara-negara yang juga terkena krisis seperti Thailand hal ini terjadi karena krisis yang kita hadapi jauh lebih berat dan lebih kompleks sehingga menimbulkan kerusakan sistemik di bidang-bidang lainnya seperti sosial budaya, politik hukum dan keamanan dan peran pemerintah juga sangat minim dalam hal ini, sedangkan perkembangan teknologi adalah hal yang sangat penting dan Indonesia sudah jauh tertinggal dari negara-negara Asia Tenggara sekalipun. Faktor-faktor itulah yang membuat perekonomian Indonesia sulit untuk maju. Sebuah pertanyaan sederhana apakah kondisi seperti ini akan berubah? Mungkinkah masyarakat Indonesia makmur? Pertanyaan tersebut mungkin dapat terjawab saat kampanye Pilpres 2009 lalu. Janji-janji ekonomi SBY-BOEDIONO mungkin dapat menjawab pertanyaan tersebut karena pasangan inilah yang menentukan nasib pembangunan ekonomi Indonesia 5 tahun ke depan. Apa saja janji-janji ekonomi SBY-BOEDIONO?I
Inilah janji-janji ekonomi pasangan tersebut:
1. Pertumbuhan ekonomi 7% diakhir pemerintahanInilah janji-janji ekonomi pasangan tersebut:
2. Inflasi rendah (sekitar 4%)
3. Suku bunga/ BI rate sekitar 6% (terendah sepanjang sejarah)
4. Infarstruktur dipercepat (tol trans Jawa, trans Kalimantan, bandara , pelabuhan , dll)
5. Reformasi birokrasi (pemerintahan bersih dengan memperhatikan kesejahteraan PNS, TNI, Polri)
6. Hutang luar negeri dipangkas (mengurangi ketergantungan pada kreditur luar negeri, saat ini rasio hutang terhadap PDB terus turun sekitar 32%)
7. Privatisasi BUMN tidak berlebihan (lebih professional dan transparan terutama melalui bursa saham)
8. Pengentasan kemiskinan dan pengangguran (kemiskinan harus turun 8-10%, pengangguran 5-6%)
9. Swasembada pangan seperti beras, jagung, kedelai, gula, daging.
Untuk dapat merealisasikan semua janji-janji tersebut pemerintahan SBY-BOEDIONO membutuhkan strategi khusus karena semua pihak pasti tahu janji-janji tersebut termasuk hal yang sulit direalisasikan.
Sekarang coba kita bahas semua janji-janji ekonomi SBY-BOEDIONO tersebut. Bicara mengenai pertumbuhan ekonomi maka kita bicara mengenai masalah yang sangat kompleks dan memilki banyak sudut pandang. Tujuan akhir kebijakan ekonomi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Masyarakat awam tidak memperdulikan pertumbuhan ekonomi walaupun telah mencapai berapa ratus persen, bagi mereka kesejahteraan adalah kondisi nyata yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat hanya menuntut 2 hal dasar yaitu pertama mereka menginginkan agar biaya kebutuhan hidup tetap stabil, khususnya kebutuhan pokok dan kedua mereka menginginkan penghasilan yang layak dan meningkat. Pertumbuhan 7% yang ditargetkan pemerintah tidaklah salah, akan tetapi harus dilihat dari sudut pandang yang benar-benar berpihak pada masyarakat. Pertumbuhan ekonomi secara agregat makro dapat terjadi walaupun masyarakat banyak yang hidup dalam kemiskinan. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi harus lah merata. Pemerintah juga menginginkan inflasi yang rendah sekitar 4%, hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah kedepannya adalah menekan inflasi. BI rate yang ditargetkan pemerintah juga yang terendah sepanjang sejarah yaitu 6%, pemerintah dalam hal ini sangat ingin meningkatkan iklim investasi sehingga pemerintah juga menargetkan pembangunan infrastruktur yang besar-besaran seperti jalan, bandara dan pelabuhan. Bagaimana hal-hal tersebut dapat diwujudkan? Ilmu ekonomi dapat membantu kita merumuskan langkah-langkah apa yang diperlukan. Namun untuk mewujudkannya perlu suatu kombinasi penerapan ilmu ekonomi, administrasi manajemen yang baik, kebijakan politik dan diplomasi. Apa langkah-langkah yang perlu dilakukan? Pertama untuk memelihara stabilitas ekonomi ada 2 hal yang perlu dilakukan yaitu kebijakan fiskal dan moneter yang harus sangat berhati-hati dan penyehatan sektor keuangan secara antisipatif. Kedua yang sangat vital adalah untuk memenuhi sasaran pertumbuhan ekonomi ada 2 hal yang dapat dilakukan yang jika dilakukan dengan benar maka akan segera meningkatkan pertumbuhan ekonomi yaitu pembangunan infrastruktur dan perbaikan iklim investasi. Agar hal tersebut maksimum maka pertumbuhan ekonomi harus memilki corak dan arah yang jelas dan disinilah peran kebijakan perdagangan dan industri. Apakah industri yang tumbuh adalah industri yang efisien dan berdaya saing? Apakah dapat menyerap banyak tenaga kerja? Jika jawabannya ya maka pertumbuhan ekonomi dapat terealisasi dengan baik karena memiliki arah yang jelas. Setelah kita melihat faktor-faktor untuk memenuhi pertumbuhan ekonomi seperti infrastruktur dan investasi maka kita dapat simpulkan bahwa strategi ekonomi SBY-BOEDIONO untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sudah tepat, hanya harus juga disertai dengan pemerataan di berbagai daerah dan di berbagai bidang. Sekarang setelah ekonomi bertumbuh maka akan dipikirkan apakah pertumbuhan itu akan berlanjut? Dalam ilmu ekonomi dikenal konsep growth potential yaitu suatu batas pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam jangka panjang. Faktor-faktor yang menentukan potensi pertumbuhan ini adalah kualitas institusi-institusinya, kualitas sumberdaya manusia, sumber daya alam dan teknologi. Jika kita lihat dari institusi-institusi yang paling menghambat adalah lemahnya kinerja birokrasi. Sehingga dalam janji ekonomi SBY-BOEDIONO terdapat janji reformasi birokrasi yaitu pemerintahan yang bersih dan kesejahteraan bagi PNS, TNI, Polri. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia menyangkut 2 hal yaitu pendidikan dan kesehatan sehingga dalam janji ekonomi diperlukan pengentasan kemiskinan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat Indonesia yang dalam hal pendidikan dan kesehatan sangat memprihatinkan. Sumberdaya alam juga perlu strategi yang jelas dalam pengelolaannya sehingga memberikan efek yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam hal ini BUMN yang mengelola sumber daya alam perlu meningkatkan kinerja dan janji ekonomi mengatakan bahwa privatisasi BUMN akan lebih professional dan transparan. Karena selama ini privatisasi BUMN tidak jelas dan kinerja pengelolaan sumberdaya alam sangat kacau. Suatu strategi teknologi perlu juga disusun karena kemajuan teknologi adalah kunci kemajuan suatu bangsa. Pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan saat ini adalah pertumbuhan ekonomi yang urgensi, oleh karena itu dibutuhkan langkah-langkah dan kebijakan yang ekstra keras untuk memenuhi hal yang sangat urgensi misalnya membuka lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.
Hal yang dapat dilakukan adalah :
a. Kebijakan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) yang komprehensif dan realistis sehingga tidak ada lagi masalah kekurangan dana seperti yang sering terjadi.
b. Pelatihan yang benar-benar meningkatkan kualitas tenaga kerja sehingga dapat mengisi lowongan kerja yang ada.
c. Pembenahan mendasar terhadap pengelolaan tenaga kerja Indonesia yang dikirim ke luar negeri.
d. Gerakan pengentasan kemiskinan dengan strategi yang jelas dan penyusunan serta pelaksanaannya melibatkan semua stakeholder penting termasuk departemen, pemerintah daerah, dunia usaha, kelompok masyarakat, dan masyarakat miskin itu sendiri.
Pertumbuhan ekonomi juga tidak dapat dijadikan suatu patokan keamanan ekonomi dari krisis. Jika kita melihat secar historis sebelum krisis 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 1980 tumbuh rata-rata 8% per tahun dan pada 1997 tumbuh 7,4%. Inflasi juga cenderung turun sejak 1980 yaitu sekitar 9% menjadi 5,1% pada juni 1997. Selam 1990an nilai ekspor juga tumbuh 14%. IHSG juga menunjukan bahwa pasar modal bergairah pada akhir 1997. Tidak ada tanda-tanda krisis moneter yang hebat sebelum terjadinya kenaikan harga-harga barang yang dipicu merosotnya nilai rupiah. Hal ini yang menyebabkan terjadinya kepanikan di berbagai sektor sehingga perbankan pun mengalami guncangan hebat dan banyak bank yang dilikuidasi. Itulah sekilas tentang krisis 1998 yang pernah dialami Indonesia pada masa orde baru. Kita pasti tidak mau hal tersebut terjadi lagi walaupun kita tidak dapat menangkal faktor-faktor global yang mungkin terjadi.
Sekali lagi hal tersebut diatas membutuhkan koordinasi yang baik dari setiap birokrasi dan pihak yang terlibat sehingga diharapkan jika semua hal diatas koordinasi sudah berjalan dengan baik maka pertumbuhan ekonomi yang dapat dirasakan masyarakat kecil dapat terwujud.
Kebijakan-kebijakan ekonomi secara teori (penelitian, pembuat analisis kebijakan, membuat model ekonometri) sangat berbeda dengan kenyataannya. Pertama perumus kebijakan ekonomi akan menghadapi situasi yang dinamis, kemudian ia akan menghadapi respons kebijkan karena respon tersebut juga bisa berasal dari luar lembaga terkait. Oleh karena itu kebijakan tidak dapat langsung diaplikasikan seperti yang dirumuskan dalam berbagai teori tapi melewati suatu proses dinamis yang akan berhubungan dengan berbagai kepentingan politik.
Kandank Ilmu Team